KANKER TIROID
A. Embriologi, Anatomi,
Dan Fisiologi Tiroid
1. Embriologi
Tiroid merupakan kelenjar endokrin pertama yang terbentuk pada
embrio, dan mulai dibentuk pada hari ke 24. Pembentukan ini dimulai dengan suatu
penebalan endoderm pada garis tengah lantai faring antara tuberculum impar dan copula
pada suatu titik yang kemudian dikenal sebagai foramen caecum. Endoderm ini
tumbuh memanjang kebawah membentuk divertikulum tiroid. Sesuai pertambahan panjang
embrio, tiroid turun kebawah, melewati bagian depan kartilago laring dan tulang
hioid. Selama proses penurunan ini tiroid tetap terhubung dengan asalnya di
lidah melalui saluran sempit duktus tiroglosus sampai tujuannya tercapai di
leher. Pada saatnya duktus tiroglosus akan mengalami degenerasi dan biasanya
komplit pada minggu ke tujuh, namun bisa tertinggal sisa yang dikenal sebagai
kista duktus tiroglosus. Kista ini bisa terdapat dimana saja sepanjang garis
penurunan tiroid. Posisi akhir akan tercapai di depan trakea pada minggu ke
tujuh. Pada akhirnya terbentuk dua lobus dilateral dan dihubungkan oleh isthmus
di tengah (Sadler TW, 2005; Prinz RA, 2000).
Tiroid
mulai berfungsi diperkirakan pada akhir bulan ketiga, dimana saat pertama kali
folikel tampak berisi koloid. Sel folikuler menghasilkan koloid yang merupakan
sumber tiroksin dan triiodotironin (Sadler TW, 2005; Prinz RA, 2000). Sulkus pharingeus ke lima
(ultimobranchial body) ikut membentuk bagian kelenjar tiroid. Ultimobranchial
body ini merupakan asal mula sel parafolikuler atau sel-C. Parafolikuler atau sel-C ini, menyediakan
sumber kalsitonin (Sadler TW, 2005; Prinz RA, 2000).
2. Anatomi
Kelenjar tiroid organ berbentuk
kupu-kupu terletak didepan trakea setinggi cincin trakea ke dua dan tiga. Kata
tiroid berasal dari bahasa Yunani “thyreos” yang berarti pelindung. Tiroid
terdiri dari dua lobus yang dihubungkan oleh isthmus ditengah. Masing-masing lobus
mempunyai panjang lebih kurang 3-4 cm, lebar lebih kurang 2 cm, dan hanya
beberapa milimeter ketebalan.
Tiroid mempunyai hubungan anatomis yang sangat
erat terhadap trakea, sehingga nodul yang berasal dari aspek posterior kelenjar
tiroid biasanya tidak teraba pada pemeriksaan dengan jari, dan sering luput pada pemeriksaan klinis rutin. Isthmus menghubungkan ke dua lobus, mempunyai tinggi
12-15 mm.
Kadang-kadang terdapat lobus piramidalis ditengah diatas isthmus .
Variasi anatomi kelenjar tiroid dan dijumpai dalam praktek klinik, satu yang
paling umum adalah hemiagenesis tiroid dengan hanya satu lobus dan satu isthmus
kelenjar tiroid. Lobus hemiagenesis tiroid memiliki kemungkinan kelainan yang
sama dengan kelenjar tiroid normal termasuk nodul dan kanker tiroid (Stathatos
N, 2006).
Kelenjar tirod diliputi oleh suatu
kapsul fibrosa. Nodul yang terdapat pada parenkim kelenjar juga diliputi kapsul
atau pseudokapsul. Laporan patologi dapat menunjukan adanya invasi suatu tumor melewati kapsul, dan untuk penentuan stadium, prognosis dan pengelolaan. Ini
penting untuk diketahui apakah terdapat perluasan melewati kapsul kelenjar
sekeliling jaringan peritiroid.
Beberapa struktur kunci berhubungan dengan
kapsul dan harus menjadi perhatian dalam pembedahan kelenjar tiroid adalah
kelenjar paratiroid dan nervus laringeal rekuren. Ini merupakan bagian penting
pada total tiroidektomi pada pasien kanker tiroid. Kelenjar paratiroid terdapat
pada aspek posterior kelenjar tiroid. Identifikasi dan preservasi kelenjar
paratiroid ini penting selama pembedahan dan dapat menjadi suatu hal yang sulit
pada kanker yang invasiv yang mana dibutuhkan pembedahan ekstensif untuk
reseksi yang komplit, termasuk diseksi leher modifikasi. Monitoring ketat
fungsi kelenjar paratiroid melalui pengukuran kadar kalsium pada periode awal
postoperasi adalah penting untuk mencegah atau pengobatan yang adekuat terhadap
hipoparatiroid postoperasi (Stathatos N, 2006).
Nervus laringeus rekuren merupakan struktur
lain yang perlu diperhatikan. Nervus ini memberikan bagian persarafan yang
penting terhadap laring, dan setiap cedera dapat menimbulkan gejala mulai dari
suara serak sampai stridor hingga membutuhkan suatu trakeostomi. Nervus
laringeus rekuren ini berasal dari nervus vagus dan pada lengkung aorta kembali
menuju atas ke trakeoesopageal groove (Stathatos N, 2006).
Suplai darah kelenjar tiroid berasal
dari dua pasang arteri yang terletak di lateral. Arteri tiroidea superior
berasal dari arteri carotis eksterna. Arteri tiroidea superior turun ke pole
superior kelenjar tiroid, dan bergabung bersama nervus laringeus superior.
Nervus laringeus superior ini berasal dari ganglion vagus inferior. Sewaktu
mendekati laring nervus laringeus superior terbagi menjadi cabang eksterna dan
cabang interna. Cabang interna mensuplai inervasi sensoris supraglotis laring,
dan cabang eksterna menginervasi muskulus krikotiroid. Ini biasanya
direkomendasikan selama operasi tiroidektomi. Ahli bedah harus meligasi arteri
tiroidea superior sedekat mungkin dengan kelenjar tiroid, untuk menghindari
kerusakan setiap cabang nervus laringeus superio (Stathatos N, 2006).
Arteri tiroidea inferior cabang dari
trunkus servikalis dan sangat dekat dengan nervus laringeus rekuren.
Kadang-kadang arteri tiroid ima juga menyediakan suplai darah untuk kelenjar
tiroid dan berasal dari trunkus servikalis atau cabang dari aorta. Aliran vena
kelenjar tiroid terdiri dari tiga pasang vena; superior, media dan inferior.
Vena superior dan media mengalir ke vena jugularis interna, dan vena inferior
beranastomose dengan vena-vena lain dianterior trakhea dan mengalir ke vena
brakhiosefalik (Stathatos N, 2006).
Aliran limfatik sisi lateral kelenjar
tiroid mengikuti aliran arteri. Aliran limfatik sisi lateral, superior mengikuti arteri tiroidea superior menuju kelenjar limfe servikal profunda
atas, dan inferior mengikuti arteri tiroidea inferior menuju kelenjar limfe
servikal profunda bawah. Sisi medial kelenjar tiroid, superior mengalir menuju
kelenjar digastrik, sedangkan inferior menuju kelenjar pretrakhea dan brakhiosefalika ( Skandalakis JE, Prinz RA, 2000, Stewart WB, 2007).
3. Fisiologi
Kelenjar tiroid terdiri dari
lobulus-lobulus kecil. Setiap lobulus terdiri dari tiga puluh sampai empat puluh folikel. Folikel adalah unit struktural dan unit fungsional. Folikel
terdiri atas selapis sel epitel berbentuk kuboid yang mengelilingi suatu
ruangan yang berisi koloid. Unsur utama koloid adalah tiroglobulin.
Tiroglobulin merupakan suatu glikoprotein yang di sintesis oleh sel folikuler
dan di sekresi kedalam koloid. Koloid merupakan tempat pembentukan dan
penyimpanan hormon tiroid: triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4) (McDougall IR, 2006). Pembuluh darah, jaringan ikat penunjang dan kelompok sel C (juga dikenal sebagai sel parafolikuler) tampak
diantara folikel. Sel C ini memproduksi kalsitonin yang membantu mengendalikan
kadar kalsium dalam darah (Stathatos N, 2006).
Hormon tiroid berfungsi mengatur sistem
metabolisme tubuh. Produksi hormon tiroid diatur oleh otak melalui Thyrotropin
Releasing Hormon (TRH) dan Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Jika TSH meningkat
maka kerja kelenjar tiroid dalam memproduksi hormon triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4) meningkat. Hal sebaliknya terjadi bila TSH menurun. Namun, kerja
TSH juga diatur oleh jumlah hormon tiroid (T3 dan T4) yang beredar dalam darah.
Jika T3 dan T4 berlebihan dalam darah, maka TSH akan menurun agar kelenjar
tiroid mengurangi produksi hormon, demikian sebaliknya (feed back mechanism) (Ganong
WF, 2003).
B. Epidemiologi
Kanker tiroid merupakan keganasan
endokrin yang tersering dan diperkirakan 1% dari seluruh keganasan pada
manusia. Kanker tiroid bertanggung jawab atas banyak kematian dibandingkan dari
gabungan keganasan endokrin yang lain. Insiden kanker tiroid lebih dominan pada
perempuan, dengan ratio pria:perempuan antara 1:1,5 sampai 1:3 pada banyak
negara. Meskipun nodul tiroid umum ditemukan pada masyarakat namun angka
keganasannya adalah rendah utamanya pada daerah defisiensi iodium dengan prevalensi
tinggi noduler goiter (Gorges R, 2005).
Diseluruh dunia insiden tertinggi kanker
tiroid terdapat didaerah tertentu misalnya di Hawai (perempuan 119/ sejuta dan
pria 45/sejuta) kemungkinan ini adalah akibat dari pengaruh lingkungan. Di
Polandia kejadian tercatat paling rendah yakni perempuan 14 per sejuta penduduk
dan pria empat persejuta penduduk. Kanker tiroid sangat jarang pada anak
dibawah 15 tahun. Angka kejadian di Amerika Serikat pada populasi ini adalah
anak perempuan 2,2 persejuta dan anak laki-laki 0,9 persejuta. Angka kejadian kanker
tiroid meningkat sesuai umur dan puncaknya terdapat antara dekade lima dan delapan (Fige JJ, 2006).
Insiden kanker tiroid meningkat
selama beberapa dekade di Amerika Serikat, serta beberapa negara lainnya,
khususnya pada perempuan. Sebagai contoh di Connecticut insiden pada perempuan
meningkat secara progresif dari 13 persejuta pada tahun 1935-1939, menjadi 36
persejuta pada tahun 1965-1969, menjadi 45 persejuta pada tahun 1985-1989 dan
mencapai 45 persejuta pada tahun 1990-1991. Alasan yang pasti terjadinya
peningkatan ini tidak diketahui dengan jelas, tetapi dapat dihubungkan dengan
dikenalnya metodologi diagnostik yang
lebih baik (seperti ultrasonografi, scan tiroid, dan biopsi aspirasi jarum
halus) dan peningkatan registrasi penderita kanker (Fige JJ, 2006).
Angka kematian kanker tiroid adalah
rendah- lima kematian persejuta penduduk pertahun, barangkali ini menggambarkan
prognosis yang baik dari kebanyakan kanker tiroid. Angka kematian rendah pada
individu dibawah limapuluh tahun dan meningkat tajam setelah itu (Fige JJ,
2006).
Meskipun insiden kanker tiroid
meningkat dari waktu kewaktu pada pria
dan perempuan, angka kematian telah menurun selama 50 tahun terakhir.
Berkurangnya kematian disebabkan oleh diagnosa dini, peningkatan penatalaksanaan,
dan penurunan insiden kanker anaplastik. Sebagai contoh, lima tahun survival
rate relatif kanker tiroid meningkat dari 80% pada tahun 1950-1954 menjadi 96%
pada tahun 1992-1999 (Fige JJ, 2006).
C. Etiologi dan Faktor
Resiko
Penyebab pasti kanker tiroid masih
belum diketahui. Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk
terjadinya kanker tiroid (Suyatno, Pasaribu ET 2010).
- Paparan radiasi. Sebesar
9% dari kanker tiroid berkaitan dengan paparan radiasi. Kejadian kanker tiroid
akan meningkat secara linear jika dosis radiasi yang diterima lebih dari 20 Gy.
Radiasi pada anak-anak (< 15 tahun) merupakan faktor resiko mayor untuk
kanker tiroid. Proporsi terjadinya kanker papiler tiroid yang kurang
diferensiasi lebih tinggi pada paparan radiasi yang terjadi pada usia anak.
- Sindrom Genetik:
Gardner sindrome, adenomatous polyposis dan Cawden’s disease berhubungan
peningkatan resiko dari kanker tiroid.
- Riwayat keluarga dengan
MEN 2A, MEN 2B atau kanker tiroid meduler. Kanker ini sebagian (20%) diturunkan
secara genetik. Mutasi gen (RET) dapat diturunkan dari orang tua kepada
anaknya. Hampir semua orang dengan mutasi gen RET, terjadi kanker tiroid
meduler.
- Kelainan tiroid jinak:
goiter, adenoma dan tiroiditis.
- Diet: makanan yang
banyak mengandung mentega, keju dan daging menigkatkan resiko sedang
buah-buahan segar dan sayuran menurunkan resiko. Makanan yang kurang mengandung
yodium meningkatkan resiko, kadar yodium yang rendah dapat juga terjadi karena
paparan radiasi atau karena kelainan tiroid jinak.
- Usia diatas 45 tahun.
Umumnya penderita kanker tiroid berusia di atas 45 tahun dan umumnya penderita
kanker tiroid anaplastik di atas 60 tahun.
D. Klasifikasi, Sistem TNM dan Stadium Klinis
Kanker Tiroid
Secara umum terdapat empat jenis kanker tiroid yaitu kanker
tiroid papiler, kanker tiroid folikuler, kanker tiroid meduler dan kanker tiroid anaplastik. Kanker tiroid papiler dan meduler digolongkan sebagai kanker tiroid
berdeferensiasi baik (Wartofsky L,
2006).
Kanker tiroid papiler adalah adalah
tipe keganasan tiroid paling umum (70-80
% ) dari semua tipe keganasan tiroid,
diikuti kanker tiroid folikuler (10%),
kanker meduler (5-10%) dan anaplastik (2-10%) (Shah JP, 2009).
E. Diagnosis Kanker
Tiroid
Untuk menegakkan diagnosis kanker
tiroid didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
pemeriksaan FNAB, pemeriksaan potong beku dan imprint serta pemeriksaan histopatologi
dari blok parafin (Manuaba TW, 2010, Suyatno, 2010, Harahap WA, 2008).
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kecurigaan akan adanya proses keganasan pada penderita dengan nodul tiroid,
apabila ditemukan hal sebagai berikut:
Tabel 1. Anamnesis kecurigaan keganasan
pada nodul tiroid (Suyatno, 2010)
Riwayat radiasi pada daerah leher
Pertumbuhan tumor yang cepat
Suara serak
Riwayat Keluarga yang menderita kanker tiroid
Riwayat keluarga dengan MEN
Gejala sumbatan jalan nafas
Tetap membesar dengan terapi tiroksin
Umur < 20 tahun, > 50 tahun
|
Tabel 2. Pemeriksaan fisik kecurigaan
keganasan pada nodul tiroid (Suyatno, 2010)
Nodul padat dan keras
Pembesaran kelenjar getah bening regional
Metastasis tulang / paru
Terfiksasi dengan jaringan sekitarnya
Paralisis pita suara
|
2. Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan laboratorium fungsi
tiroid dapat membedakan keadaan hipertiroid atau hipotiroid. Kadar T3, T4 dan
TSH umumnya normal pada kanker tiroid. Pengukuran kadar serum tiroglobulin akan
bermakna setelah terapi pembedahan total tiroid. Apabila kadar tiroglobulin
meningkat setelah total tiroidektomi, diduga ada rekurensi dan atau metastasis.
Pemeriksaan kadar kalsitonin untuk mendiagnosis suatu kanker tiroid tipe
medulare.
Pemeriksaan penunjang lain adalah
pemeriksaan foto polos leher. Foto polos leher dengan teknik jaringan lunak,
dapat melihat adanya mikrokalsifikasi, infiltrasi/pendesakan jaringan sekitar.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
dapat mendeteksi nodul 2-3 mm, membedakan nodul solid atau kistik, menentukan
jumlah dan letak nodul, pembesaran kelenjar getah bening, pengarah biopsi dan
menilai respon terhadap terapi supresi. Beberapa gambaran USG yang menunjukkan
keganasan adalah mikrokalsifikasi, batas yang irreguler, hipoekogenisiti, dan absennya halo pada batas nodul. Dengan
memakai USG yang dilengkapi dengan dopler didapatkan gambaran neovaskularisasi
yang merupakan salah satu tanda keganasan tiroid.
Pemeriksaan Scan tiroid (I131)
tidak untuk membedakan jinak atau ganas secara pasti. Diperkirakan 16% nodul
dingin dan 9% nodul hangat (normal) merupakan nodul ganas, sedangkan nodul
panas (hot nodul) sangat jarang merupakan nodul ganas. Kegunaan pemeriksaan ini
adalah untuk memperlihatkan nodul (soliter, multipel atau retrosternal), mencari
occult neoplasma pada tiroid,
mengidentifikasi jaringan tiroid setelah operasi tiroid, mengidentifikasi
ektopik tiroid, mencari daerah metastasis setelah total tiroidektomi.
Pemeriksaan imaging lain terutama
bertujuan untuk melihat ekstensi kanker tiroid, infiltrasi, metastasis dan
operabilitas, seperti foto thoraks, foto tulang, esofagogram, CT-scan, MRI.
3. Pemeriksaan FNAB
(Fine Needle Aspiration Biopsy)
Pemeriksaan Fine Needle Aspiration
Biopsy (FNAB) merupakan pemeriksaan yang aman, murah, dan akurat untuk evaluasi
nodul tiroid. Nodul diklasifikasikan dengan positif ganas, atipik mencurikan
keganasan, atipik condong neoplasma jinak, lesi jinak dan tidak representatif.
Pemeriksaan potong beku dan imprint
dapat membedakan jinak atau ganas waktu operasi berlangsung dan sekaligus untuk
menentukan tindakan operasi definitif. Salah satu masalah yang menarik dalam
potong beku adalah lesi folikuler, karena dapat ditemukan pada keganasan maupun
kelainan jinak.
4. Pemeriksaan
Histopatologi
Pemeriksaan jaringan pembedahan
atau histopatologi merupakan pemeriksaan definitif atau baku emas diagnosis
kanker tiroid pascabedah. Biopsi pada kanker tiroid yang operabel tidak
dibenarkan. Biopsi hanya dilakukan pada kanker tiroid yang in-operabel, seperti
pada kanker anaplastik.
F. Penatalaksanaan
Kanker Tiroid
Penanganan nodul tiroid meliputi:
observasi, operasi, radiasi dan hormonal (supresi) terapi. Tindakan observasi
biasanya disertai dengan supresi tiroksin.
1. Pembedahan
Pembedahan nodul tiroid dilakukan bila
diagnosis preoperatif suatu kanker atau belum terdiagnosis, jika didiagnosis kanker
tiroid dan operabel maka dilakukan tiroidektomi total. Nodul tunggal yang belum
terdiagnosis dilakukan hemitiroidektomi, jika kemudian terdiagnosis sebagai kanker
berdiferensiasi baik dilakukan reoperasi menjadi tiroidektomi total atau jika
skor prognostik baik dilakukan observasi dan follow up yang baik (Manuaba TW,
2010).
2. Terapi Adjuvant/ Tambahan
Adjuvant terapi untuk kanker tiroid
differensiasi baik adalah radioaktif I131 , supresi TSH dan radiasi
eksterna. Terapi ablasi dengan radioaktif untuk sisa jaringan tiroid setelah
tiroidektomi, sudah established, tapi
kriteria untuk penggunaan terapi ini masih bervariasi di setiap institusi.
Setelah total tiroidektomi untuk
kanker tiroid papiler dan folikuler dilakukan scanning tiroid untuk
mengevaluasi ada tidaknya sisa jaringan tiroid atau tumor. Jika ada sisa
dilakukan ablasi dengan I131.
Setelah tiroidektomi dan ablasi
diberikan hormonal terapi levotiroksin sodium (euthyrox atau thyrax). Jika sudah terbukti tidak ada sisa
tumor/jaringan tiroid diberikan dosis substitusi yakni 2,1 µg/bb/hari. Jika
masih ada sisa diberikan dosis supresi yakni dosis untuk mencapai konsentrasi
TSH dibawah 0,1mU/L atau konsentrasi yang tidak terdeteksi.
Radiasi eksterna diindikasikan
untuk kasus: terdapat sisa tumor besar pasca operasi, resiko tinggi untuk
relaps (usia diatas 45, microscopic residual disease, invasi ekstra tiroid
ekstensif), MTC pasca tiroidektomi dan anaplastik (Suyatno, 2010).
G. Prognosis Kanker
Tiroid
Prognosis penderita kanker tiroid
berhubungan dengan tipe histologi kanker tiroid. Angka ketahanan hidup 5 dan10
tahun untuk kanker papiler adalah 96% dan 93%,
kanker folikuler 91% dan 85 %, kanker
meduler 80% dan 75% serta kanker anaplastik 14% (Gorges R, 2005).
Untuk setiap tipe histologi faktor
prognostik lain telah di diidentifikasi. Bermacam-macam faktor prognosis yang
bermakna seperti umur pada kanker tiroid berdeferensiasi telah diketahui oleh
Sloan pada tahun 1954 dan kemudian oleh EORTIC group pada tahun 1979. Meskipun
belum ada kesepakatan, sejumlah sistem staging telah diusulkan dalam mencoba
memprediksi hasil penatalaksanaan dan membantu pemilihan terapi dan jenis
operasi (table.3) (Dean DS,2000).
1.
Umur
Umur saat diagnosis kanker tiroid
ditegakkan telah diketahui sebagai faktor prognosis penting pada kanker tiroid
berdiferensisi. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan linear kekambuhan dan
kematian sesuai dengan peningkatan umur, terutama setelah umur 40 tahun. Pasien
yang lebih tua sering hadir dengan tumor yang lebih agresif, metastasis jauh
dan varian histologis yang agresif, yang menyebabkan perjalanan penyakit yang
tidak menguntungkan (IAEA, 2009).
2. Jenis
Kelamin
Kanker tiroid pada pria diikuti
dengan perjalanan penyakit yang lebih agresif. Sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Lin dkk dari 1257 pasien menunjukkan bahwa pasien laki-laki dengan kanker
papiler lebih cenderung bermetastasis jauh (IAEA, 2009).
3. Ukuran tumor
Ukuran kanker tiroid papiler dapat
berkisar dari kurang 1 cm sampai dengan tumor menutupi seluruh lobus tiroid.
Tumor berukuran 1 cm atau kurang oleh WHO didefinisikan sebagai mikrokanker.
Telah ditunjukkan bahwa ukuran tumor merupakan faktor prognosis penting pada kanker
tiroid berdiferensiasi (IAEA, 2009).
4. Metastasis
Metastasis kelenjar getah bening
lebih umum terjadi pada kanker papiler dibandingkan kanker folikuler.
Dilaporkan tingkat keterlibatan kelenjar getah bening pada kanker papiler dapat
mencapai 80 %. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa keterlibatan getah
bening pada kanker papiler merupakan faktor prognostik buruk, sedangkan
penelitian lain tidak menemukan hubungan yang bermakna. Mazaferri dkk,
menemukan keterlibatan kelenjar getah bening sebagai faktor prediktif tinggi
terhadap kekambuhan dan kematian akibat tumor tiroid. Hughes dkk menemukan
keterlibatan kelenjar getah bening tergantung pada umur saat tumor didiagnosis
dan bukan suatu faktor prognostik independen (IAEA, 2009).
Metastasis jauh ke paru-paru dan
tulang juga dapat mempengaruhi prognosis pada kanker tiroid berdiferensiasi.
Metastasis jauh ini lebih umum pada kanker tiroid folikuler dibandingkan kanker
tiroid papiler. Ruegemer, dkk menunjukkan bahwa metastasis jauh meningkatkan
angka kematian (s/d 75 %) pada kasus kanker folikuler dan 82 % meninggal oleh
penyakitnya dalam 5 tahun (IAEA, 2009).